Apr 19, 2013

Painting Until Fainting: Book is An Escape Button

Kalau dunia terasa semakin kejam, buku menjadi tempatku melarikan diri. Aku senang membayangkan betapa mudahnya jika hidupku seperti sebuah buku. Membalik lembar demi lembar, melewati bagian yang tidak kusukai begitu saja. 
Oke, skip kalimat pembuka yang sentimentil tadi.
Jadi ini gambaran yang ada di benakku sewaktu aku ngelihat foto diri sendiri di IVAA -.-

Kalau dipikir-pikir, hidup itu capek ya? Capek dengar ocehan orang lain yang gak penting, ocehan teman-teman yang berusaha melucu tapi justru membuat saya bingung kapan saatnya harus tertawa, capek dengar keluhan orang gak dikenal, ( bayangin aja, buka handphone, recent update penuh keluhan, buka twitter, timeline penuh keluhan, beranda facebook penuh makian, buka postingan inipun ada keluhan saya yang mengeluhkan keluhan orang lain. --_-). Maksudku, kenapa sih, kita gak berusaha menerima saja dulu apa yang udah dikasih. Daripada ngoceh terus. ~~

Dan hidup itu semakin capek kalau kita ketemu orang yang gak bisa terima komentar atau kritik. Setiap kita berkomentar/mengkritik, selalu dianggap ofensif. Padahal kan itu artinya kita merespon apa yang sudah dia kerjakan. Lagipula, siapa sih 'kamu', maunya dipuji terus. Jadi, daripada saya 'capek', lebih baik saya pergi ke tempat yang tenang, dan melakukan hal yang produktif dan menyenangkan. Haha.

Kok jadi ngelantur? -_-

Oke, sebagai cara singkat memperpanjang postingan, ini dia, detail gambar hari ini. :)
Seperti biasa, gambar iseng-iseng. Ngerjainnya 2 malam. (Ke skip namatin nonton Angel beats terus -_-)
Finishingnya juga gak rapi, masih banyak garis-garis brush. Soalnya buru-buru pengen selesai karena badan udah encok. Ngomong-ngomong ini ngerjainnya sampe setengah tidur loh. Serius.


4 comments:

You said......