So, back then when i told you that everything in this world has a spirit.
Either does a conversation. After we broke up, the spirit in our convos fly away and
brought away every funny sensation in your stomach and left it dry.
Dandelion
Di kehidupan selanjutnya, kamu ingin jadi apa?
Kalau aku ingin jadi bunga dandelion, atau angin.
Terserah.
Asalkan bukan manusia lagi.
Jika dalam hukum kekekalan energi dikatakan bahwa
“energi tidak dapat dimusnahkan, tetapi dapat berubah bentuk”,
aku percaya kita tidak akan pernah benar-benar mati,
hanya ruh yang berpindah tempat.
Dan jika memang benar begitu,
itu pasti akan menjadi suatu hal
yang amat menyebalkan;
kita tidak bisa benar-benar mati.
Aku selalu berpikir bahwa kematian itu rasanya dingin.
Dingin dan remang-remang.
Bukan gelap atau hitam pekat
seperti kamu sedang menutup mata;
aku pikir rasa mati jauh dari perasaan yang seperti itu.
Segala hal yang ada di bumi ini memiliki ruh yang suatu saat,
tiba-tiba, blub,
mati.
Namun sekali lagi,
aku yakin,
Semuanya tidak pernah benar-benar mati.
Tempat makan kucing.
Vas bunga berlumut.
Sebungkus keripik tortilla.
Buku yang ujungnya sedikit terlipat karena ketiduran.
Cermin persegi panjang di tembok kamar.
Sepetak ubin di dapur yang tidak pernah terinjak.
Pintu yang sulit ditutup.
Lampu penerang jalan raya di sepanjang perjalanan menuju rumah.
Semuanya memiliki ruh.
Mereka hidup, dan suatu saat mereka tiba-tiba mati.
Ruh itu pergi.
Percakapan antarmanusia juga memiliki ruh.
Sebuah percakapan yang lambat laun tidak pernah sama
seperti di saat-saat sebelumnya.
Hambar?
Saat itu,
kupikir ruh percakapan sedang pergi,
mungkin singgah di sebuah percakapan yang lain.
No comments:
Post a Comment
You said......